Dusun Tanjung enim dan Desa Lingga adalah dua beradik Puyang (Nenek Moyang)
Sekitar
abad 7-8 masehi, pada masa kejayaan kerajaan Sriwijaya yang saat itu menjadi
kerajaan maritim terbesar, dimana wilayah kekuasaanya sangat luas hingga ke
Madagaskar (India). Pada masa itu sudah ada kehidupan masyarakat di sekitar
Kute Darussalem yang terletak di seputar Air Setrip (yang sekarang menjadi
tambang Bangko Barat, milik PTBA Tbk). Diwilayah sekitarnya juga banyak
perkampungan yagn berbatasan sebelah utara dengan Kabupaten OKU dan selatan
dengan Kabupaten LIOT. Namun kini perkampungan tersebut sudah hilang, meskipun
bukti-bukti sejarah peninggalan masih seringkali ditemui. Misalnya, seringkali
terdengar suara bunyi-bunyi tabuh-tabuhan keromongan dan kokok ayam. Daerah
tersebut masih termasuk wilayah kekuasaan Adipati Carang Sakti (Rie Carang).
Konon, sekitar abad 15 masehi sudah ada kehidupan manusia di daerah Muara Hipas
sampai Nanjungan Bahembang (sekitar buluran sekarang) yaitu daerah yang
berbatasan dengan Tebing Tanah Putih. Letak daerah tersebut secara geografis
sudah layak untuk kehidupan. Daerah inilah kemudian yang dikenal dengan Kute
Tanjung Ayek Hening. Sebuah wilayah yang dihuni oleh nenek moyang (puyang)
dusun Tanjung dan Lingga.
Perkembangan penduduk yang begitu pasti membawa dampak yang cukup besar bagi
masyarakat Kute Tanjung Ayek Hening (Tanjung Enim). Akibatnya, daerah hunian
mereka terus meluas hingga kedataran Tanjung Buhuk. Waktu itu daerah ini belum
terpisahkan oleh sungai Ayek Hening.
Pada sekitar tahun 1373 aliran sungai Ayek Hening mengalami pemisahan. Penduduk
Ayek Hening yang awalnya satu dusun, waktu itu dipisah menjadi dua yaitu
penduduk dusun Tanjung Merindu (Tanjung Buhuk sekarang) dan dusun Lingga
(daerah Bahebang).
Nama dusun Tanjung Merindu berawal dari cerita yang berkembang di masyarakat
sekitar. Konon , jika ada penduduk dusun ini yang pergi merantau ke daerah
lain, pasti orang tersebut ingin kembali ke Tanjung Merindu. Kata Tanjung
sendiri berarti tanah datar yang menjorok ke air sungai. Tanjung merindu
artinya tanah datar yang di kelilingi air hening (air yang jernih dan tenang)
yang selalu di rindukan banyak orang.
Dalam kurun waktu yang tidak di ketahui pasti penduduk dusun Lingga pindah ke
arah Ulak, yaitu ke arah dataran Muara Kaput (daerah dusun Lingga yang
sekarang). Menurut cerita orang perpindahan penduduk tersebut disebabkan daerah
sebelumnya (Bahebang) seringkali terkena banjir dan tanah longsor. Berdasarkan
petunjuk para tetua dusun pada waktu itu mereka harus pinadah ketempat lain
yang telah ditentukan. “ hai orang-orang penduduk Lingge, kalau kamu sekalian
ingin aman dan terhindar dari musibah, hendaklah kamu semuanya pindah tempat ke
Ulak dusun Tanjung Merindu. Dikarenakan asal muasal puyang kamu adalah Kelawai
dari puyang Tanjung Merindu, memang lebih tue kamu, tapi kamu betine “, ungkap
tetue dusun tersebut.
Konon kabarnya, piyang dusun Lingga dan puyang Tanjung Merindu (Tanjung Enim)
adalah satu keluarga, kakak beradik. Adat istiadatnyapun tidaklah berbeda.
Misalnya, anak muanai (anak laki-laki) adalah peneris jurai dan kedudukanya
meraje. Setiap mperilaku dan perkataan meraje harus di perhatikan dan
dihormati, bahkan tidak boleh di langgar. Kelawai (anak perempuan) tidak boleh
berkata kasar kepada meraje. Jika meraje merasa tersinggung dengan perbuatan
kelawai dan meraje sampai bersumpah, maka hal ini akan berakibat tidak baik
sehingga terjadi musibah pada keluarga kelawai.
Adat istiadat tersebut berlaku bagi penerus jurai masing-masing dusun Tanjung
Enim, begitupun masyarakat Dusun Lingga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar